Sidrap, pikiran.id – Kabupaten Sidrap, kembali diguncang gelombang demonstrasi. Kamis pagi ini, 17 April 2025, ratusan massa dari Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Sidrap turun ke jalan.
Aksinya damai, namun pesannya keras. Mereka menuntut penutupan tempat hiburan malam (THM) yang dinilai merusak nilai kultural dan moral masyarakat.
Aksi ini dipicu penampilan Dj Nathalie Holscher di salah satu THM Sidrap, yang viral dengan aksi ‘tiduran’ dan ‘mandi uang’—ritual saweran yang mencapai ratusan juta rupiah.
Aksi panggung tersebut menuai kontroversi. Dianggap mencederai marwah daerah yang kini sedang berbenah citra.
“Ini bukan semata aksi budaya. Ini bentuk dekadensi moral dan ekses dari liberalisasi hiburan,” ujar Dr Drs Syamsu Tang., M.Pd, tokoh pendidikan sekaligus orator aksi.
Massa berkumpul sejak pukul 09.00 di pelataran Monumen Pahlawan (Pangker). Mengenakan atribut organisasi, mereka menyusuri jalan menuju Gedung DPRD Sidrap.
Pimpinan aksi, Ust Ir Muhamad Kharis, memimpin apel dengan tenang. Tak ada orasi liar. Tak ada bentrokan. Yang ada, semangat kolektif menuntut perubahan.
“Ini bukan soal benci hiburan. Ini soal batas. Soal moralitas publik. Soal proteksi generasi,” jelasnya dalam pernyataan resmi.
Tausiyah disampaikan Drs KH A. Kalam Fattah., M.Kes. Ia menekankan pentingnya menjaga homeostasis sosial, yaitu keseimbangan nilai-nilai yang menopang harmoni masyarakat. Ia mengutip konsep resilience culture – budaya tangguh yang menjaga akhlak dan identitas.
Agenda puncak aksi adalah penyerahan butir-butir aspirasi dan penandatanganan massal. Dokumen itu berisi desakan resmi kepada DPRD dan Pemkab Sidrap agar segera menutup permanen THM yang tidak sesuai dengan norma lokal dan hukum positif.
“Kami bawa naskah moral kolektif masyarakat. Ini bentuk partisipasi deliberatif, bukan sekadar unjuk rasa,” tegas Syamsu Tang.
Pemerintah Kabupaten bersama Forkopimda Sidrap dalam beberapa bulan terakhir memang tengah berupaya merevitalisasi citra daerah. Sidrap ingin lepas dari stigma lama. Ingin tumbuh sebagai kawasan pendidikan, religius, dan modern—tanpa kehilangan jati diri.
Namun kemunculan THM dengan atraksi vulgar dinilai kontraproduktif. Mengancam upaya image repair yang sedang dibangun.
“Sidrap bukan Las Vegas. Kita punya etika. Punya nilai,” sindir salah satu orator aksi dengan lantang.
Aksi hari ini bukan sekadar protes. Ia menjadi bentuk komunikasi publik. Simbol kesadaran kolektif atas apa yang pantas dan tidak pantas ditampilkan di ruang publik.
Bahwa di tengah gempuran hedonisme digital dan liberalisasi hiburan, masih ada masyarakat yang memilih jalan amar ma’ruf nahi munkar.
Dan mereka melakukannya—dengan damai. Dengan ilmu. Dengan harga diri.(*)
Tinggalkan Balasan