Jakarta, pikiran.id — Aura politik pasca-lebaran terasa hangat di Jakarta. Minggu (20/4), keluarga besar Partai Amanat Nasional (PAN) dari pusat hingga daerah, menyatu dalam satu momentum: halal bihalal Idul Fitri.

Yang hadir bukan sembarang tokoh. Mulai dari menteri, wakil menteri. Sebanyak 53 Gubernur, Wali Kota, dan Bupati yang diusung PAN ikut membanjiri acara. Sebuah konsolidasi elitis—tapi penuh nuansa ukhuwah.

Zulkifli Hasan, Ketua Umum DPP PAN, tampil memimpin. Tegas. Optimis. Ideologis.

“Target kita bukan basa-basi. PAN harus masuk empat besar. Itu bukan utopia. Itu obsesi,” tegas Zulhas, sapaan akrabnya, di hadapan ratusan kader.

Tak lupa, ia menyisipkan pujian. Khusus untuk menteri dan wakil menteri dari PAN yang kini aktif di kabinet pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

“Dulu, dua bulan lalu, posisi PAN di kabinet terasa seperti observer. Kini, kita sudah fully embedded. Resmi bagian dari struktur kebijakan nasional.”

Kalimat Zulhas itu penuh makna. Secara politik, ini menandakan PAN telah mengalami transisi dari oposisi moderat menjadi partai koalisi aktif.

Ia juga menegaskan bahwa kebijakan-kebijakan pemerintahan Prabowo—mulai dari food estate, energi terbarukan, hingga pertahanan—linier dengan platform PAN.

“Kita pro pertanian. Pro rakyat. Dan itu identik dengan platform kita (PAN) sejak awal,” tambahnya.

Secara sosiopolitik, ini bukan sekadar halal bihalal. Ini afirmasi. Bahwa PAN bukan lagi partai pinggiran dalam lanskap kekuasaan. Ia kini berada dalam lingkaran inti. Core of power.

Kader-kader daerah pun diminta jangan ragu. Bergerak. Tampil. Melayani rakyat sambil membawa spirit PAN: kebijakan publik berbasis maslahat.

Karena, menurut Zulhas, politik tanpa nilai hanyalah taktik. Sedangkan PAN, katanya, adalah partai dengan nilai—bukan sekadar manuver.(edybasri)